KELAS : 1 KA 26
NPM : 16109911
URBANISASI PASCA LEBARAN
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG URBANISASI
Pasca lebaran menjadi moment yang sangat dimanfaatkan oleh para transmigran untuk melakukan urbanisasi. Mencari pekerjaan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri maupun keluarga menjadi latar belakang utama. Kecilnya lapangan pekerjaan di desa juga menjadi faktor penyebab tingginya laju urbanisasi. Tak sedikit masyarakat desa yang memutuskan untuk melakukan urbanisasi setelah mereka lulus dari sekolahnya. Mencapai kesuksesan menjadi impian yang ingin mereka wujudkan di kota – kota besar.
I.2. TUJUAN URBANISASI
Hidup mewah dan modern merupakan impian banyak orang. Terlebih masyarakat pedesaan yang memiliki gambaran mengenai kehidupan di kota penuh dengan kemewahan dan kemudahan, sangat berbeda 180 derajat dengan kehidupan di pedesaan. Fasilitas kesehatan yang lengkap, fasilitas pendidikan yang canggih, fasilitas komunikasi yang mudah dijangkau, serta fasilitas lainnya yang sangat mudah didapat menjadi salah satu daya tarik bagi masyarakat pedesaan untuk melakukan urbanisasi.
Tingkat pengangguran yang tinggi dipedesaan dikarenakan lapangan pekerjaan yang sangat sedikit memaksa banyak masyarakat pedesaan melakukan urbanisasi untuk mengadu nasib mencari pekerjaan di kota – kota besar.
I.3. SASARAN URBANISASI
Mendapat pekerjaan yang bisa memenuhi segala kebutuhan hidup diri maupun keluarga merupakan sasaran utama dari urbanisasi. Kota – kota besar merupakan pusat dari segala aktifitas seperti pemerintahan, perdangan, bisnis, pendidikan,dsb. menjajikan penghidupan yang layak bagi masyarakatnya.
BAB II
PERMASALAHAN
II.1. KEKUATAN
Urbanisasi pada tingkat tertentu sangat menguntungkan sektor ekonomi mikro maupun makro di kota tujuan urbanisasi. Dimana ada teori semakin meningkat presentase penduduk suatu kota semakin meningkat produk domestik bruto dan capaian pembangunan manusia dari penduduk di kota itu.
Pada umumnya para transmigran dari desa ini mempunyai sifat yang ulet, gigih, dan rajin. selain itu para transmigran juga bisa menerima upah yang rendah. Hal ini yang membuat para pengusaha industri di kota – kota besar sangat senang mempekerjakan para transmigran.
II.2. KELEMAHAN
Jika laju Urbanisasi tak bisa terkendali membuat banyak sekali permasalahan yang menjadi ancaman besar bagi pemerintah. Tingkat pengangguran yang tinggi merupakan salah satu dampak negatif dari tak tekontrolnya laju urbanisasi. pengangguran yang tinggi diakibatkan karena rendahnya pendidikan dan kurangnya skill para transmigran.
Tingginya pengangguran juga bisa menciptakan dampak – dampak yang sangat buruk. Kebutuhan hidup yang semakin tinggi dan wajib untuk dipenuhi membuat para penganggur tak berfikir panjang lagi dalam bersikap, akibatnya segala cara dilakukan untuk bertahan hidup diantaranya hal – hal yang bersifat kriminal pun dilakukan. selain kriminalitas kemiskinan pun akan meningkat jika tingkat pengangguran meningkat.
Tingginya laju urbanisasi mengakibatkan ketidakmerataan persebaran penduduk. Hal ini mengakibatkan kurangnya para professional di daerah pedesaan yang membuat lambatnya perkembangan pembangunan di desa.
II.3. PELUANG
Peluang yang muncul dari urbanisasi pasca lebaran ini diantaranya adalah peluang menigkatnya perkembangan ekonomi di kota besar, peluang tersedianya tenaga kerja yang rajin, ulet, dan murah serta peluang – peluang usaha mandiri.
II.4. TANTANGAN
Untuk mencapai kesuksesan di kota besar bukan merupakan hal yang mudah persaingan yang sangat ketat menjadi tantangan bagi para transmigran. Kualitas pendidikan yang lebih baik di kota besar mengakibatkan kualitas masyarakat kota lebih baik daripada transmigran. Sehingga peluang – peluang kerja yang baik pun sangat kecil bagi para transmigran yang memiliki kualitas rendah terlebih lagi para transmigran yang tak memiliki skill.
BAB III
PENUTUP
III.1. KESIMPULAN
Urbanisasi pasca lebaran seperti mata uang yang memiliki dua sisi yang saling berkebalikan. Urbanisasi memiliki dampak positif yang baik, juga memiliki dampak negatif yang buruk bagi kehidupan. Urbanisasi akan berdampak positif jika pelaksaannya dapat terkendali atau terkontol dengan baik sebagaimana proporsi yang tepat. akan tetapi urbanisasi ini pula akan berdampak negatif jika pengendalinya tak berfungsi dengan baik dan benar.
III.2. REKOMENDASI
Solusi permasalahan urbanisasi dapat dibagi menjadi dua jalan penyelesaian, yakni secara struktural sebagai prioritas utama dan secara kultural sebagai sarana pendukung/pelengkap. Cara struktural ada tiga alternatif solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi urbanisasi.
Solusi pertama, melarang penduduk pindah ke kota. Kebijakan ini sudah diterapkan oleh pemerintah kota di indonesia dalam beberapa tahun terakhir, biasa disebut dengan operasi yustisi.
Solusi kedua, menyeimbangkan pembangunan antara desa dan kota. Keseimbangan pembangunan itu bisa dicapai jika ada komitmen untuk melakukan pembangunan hampir semua sektor di pedesaan, seperti industri dan jasa. Selain itu, pemerintah perlu menata reforma agraria, memberdayakan masyarakat pedesaan dan membangun infrastruktur pedesaan. Setelah itu jangan sampai ada kesenjangan penghasilan yang tinggi antara desa dan kota.
Solusi ketiga, mengembangkan kota-kota kecil di daerah sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru. Cara ini kini mendapat respons positif dari berbagai negara dan menjadi bahan kajian dari badan kependudukan dunia dalam rangka membangun kemajuan suatu bangsa atau negara. Kajian itu didasarkan atas pemikiran bahwa urbanisasi merupakan salah satu wujud modernisasi sehingga perlu dikelola secara baik. Solusi kedua dan ketiga diatas termasuk penyelesaian dalam jangka panjang.
Cara penyelesaian kedua adalah dengan jalan kultural. Cara penyelesaian ini penting untuk didorong untuk mendukung sistem yang ada (supporting system). Intinya adalah bagaimana membangun budaya yang kondusif untuk mengatasi problematika masyrakat miskin desa. Beberapa hal salah satunya dengan menggali lagi local wisdom yang dimiliki dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Lokal wisdom dikebanyakan desa adalah rasa persaudaraan dan kebersamaan antar masyarakat. Dari sini akan melahirkkan budaya gotong royong termasuk juga dalam gotong royong dalam perekonomian. Maka jika ini menjadi budaya, tentu permasalahan kemiskinan desa dapat ditekan.
Yang kedua adalah membangun budaya yang respect terhadap kebijakan positif pemerintah. Dengan cara mensosialisasikan dan ikut menyukseskan kebijakan pemerintah tersebut. Apalagi kini ruang aspirasi desa sudah dibuka seluas-luasnya dalam era otonomi daerah. Dalam penyusunan anggaran contohnya pemerintah berusaha turun kedesa dan kecamatan untuk mendengarkan aspirasi secara langsung. Harusnya ini dapat dimanfaatkan masyarakat desa untuk menyampaikan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat di desanya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar